Bunda Maria (Siti Maryam), ibunda Nabi Isa a.s. menunjuk mawar sebagai lambang kesempurnaan duniawi dan surgawi. Di India, mawar adalah simbol mistis. Menurut ajaran Hindu, Dewi Laksmi–dewi sumber kecantikan–dilahirkan dari kelopak mawar. Sementara itu, di hampir semua belahan dunia, mawar sering dijadikan simbol ekspresi cinta dan perasaan seseorang. Pendek kata, mawar telah menjadi subjek utama dan bunga favorit, bahkan sejak 5.000 tahun silam.
Dalam floriografi (bahasa bunga), warna bunga memainkan peranan sangat penting sebagai penyampai pesan atau isyarat yang sulit diungkapkan melalui bahasa verbal. Terutama terjadi pada Era Victorian. Dibandingkan bunga lain, mawar paling sering digunakan sebagai media simbolik, bahkan masih bertahan hingga sekarang. Mawar merah adalah simbol cinta dan romantisme. Pink untuk menyatakan kasih sayang (lesser affection). Putih untuk kebaikan dan kesucian, dan kuning mengungkapkan persahabatan.
Karisma mawar tak hanya karena bentuk dan warnanya yang elok, tapi juga aroma yang diuapkannya. Perpaduan antara bentuk, warna, dan aroma mawar mampu menimbulkan efek magis dan mistis yang memanipulasi perasaan, persepsi, dan gairah seseorang. Kini, dengan segala kelebihannya, mawar telah memainkan peran lain yang luar biasa, komoditas utama dalam perdagangan bunga internasional dan sumber penyehatan melalui terapi aromatik (aroma terapi).
Meski demikian, manusia seolah tak pernah terpuaskan oleh mawar. Tuntutan terhadap bunga berjuluk queen of flower itu terus menggelegak. Setelah selama ribuan tahun manusia menikmati beragam warna-warna atraktif mawar, merah, kuning, pink, atau putih, para pengagum mawar terusik oleh pertanyaan, “Mengapa tak ada mawar biru?”
”Holy grail”
Ya, mawar biru kemudian menjadi semacam Holy Grail dalam masyarakat Kristiani. Holy Grail atau cawan suci yang pernah digunakan Yesus dalam perjamuan terakhir dengan 12 orang muridnya, diyakini oleh sebagian umat Katolik masih ada hingga sekarang. Meski ada, namun sulit ditemukan. Orang pun dibuat penasaran, benarkah Holy Grail ada? Jika ada, di mana tempatnya?Tahun 1840, para peneliti hortikultura Inggris dan Belgia menawarkan hadiah 500.000 franc kepada siapa saja yang bisa menghasilkan mawar biru. Sejak saat itu, “perburuan” pun dilakukan para peneliti untuk menemukan sang Holy Grail, mawar biru.
Pada abad ke-20, mawar hibrida telah dihasilkan dengan cakupan warna yang luar biasa. Bahkan, termasuk mawar biru lembayung (ungu) dan abu-abu. Temuan mawar biru lembayung pun disambut para peneliti dan pecinta mawar dengan penuh antusias. Mereka optimistis, itulah langkah awal ke arah ditemukannya mawar yang benar-benar biru (true blue). Bahkan, pada awal abad ke-21, mawar biru lembayung sempat dinobatkan sebagai “flower of the year”.
Sayangnya, mawar biru lembayung memang bukan biru yang sebenar-benarnya biru. “Masih ada nuansa ungu dan kelabu,” kata Ir. Nursuhud, DEA, dosen dan peneliti hortikultura Fakultas Pertanian Unpad. Menurut Nursuhud, hibridisasi konvensional tak mungkin menghasilkan mawar biru karena secara genetika mawar tak bisa menghasilkan delphinidin atau pigmen yang bertanggung jawab menentukan warna biru.
Para ahli hortikultura berpendapat, munculnya warna biru lembayung lebih disebabkan adanya “variasi tak biasa” dari cyanidin (pigmen warna merah). Artinya, temuan mawar biru lembayung bukanlah jalan yang tepat untuk menghasilkan mawar biru. Sampai akhirnya para peneliti Florigene dan Suntory memberi jawaban.
Setelah melakukan penelitian selama 14 tahun, pada tahun 2004 para peneliti Suntory berhasil menemukan mawar biru melalui rekayasa genetika. Warna biru pada bunga seluruhnya berasal dari pigmen delphinidin yang tak ada pada mawar alami. “Temuan mawar biru ini terjadi justru pada saat kami percaya temuan itu mustahil dilakukan. Tapi, kami terus melakukannya sampai akhirnya tercapai,” kata Nobutada Saji, Presiden Suntory saat konferensi pers di Tokyo, Jepang, dua tahun silam.
Untuk menghasilkan mawar biru, para ahli “meminjam” pigmen biru (delphinidin) dari bunga pansi dengan mengaplikasikan teknologi RNAi. Meski demikian, mawar biru temuan para ahli Suntory belum benar-benar biru, melainkan biru lembayung (ungu). Namun, kunci dan teknik untuk menghasilkan warna biru dari pigmen delphinidin sudah ditemukan.
Para peneliti kini tengah bekerja keras untuk menghasilkan mawar biru dengan warna biru langit cerah. Masih dibutuhkan riset lanjutan untuk menghasilkan mawar berwarna biru langit. Menurut mereka, harus ada penambahan bahan kimia untuk menghasilkan warna yang lebih cerah. Jadi, untuk bisa menikmati mawar biru, kita masih harus menunggu.